Photobucket

21 Mei 2009

Botox, Obat Awet Muda

TELAH diketahui bahwa botox bisa membuat orang lebih muda, tetapi apakah anda tahu bahwa itu digunakan juga untuk mengobati pembengkakan saluran kencing? Pembengkakan saluran kencing, membuat ketidak-mampuan untuk menahan air kencing dalam kandung kemih, sehingga air kencing tidak bisa dikendalikan.
Dalam perkembangan teknologi medis saat ini, peran botox bertambah dalam bidang urologi. Bisa digunakan untuk mengobati kondisi pembengkakan saluran kencing. Dalam keadaan dimana pengobatan telah gagal untuk mengatasi situasi ini, botox telah terbukti efektif dengan komplikasi minimal.

Di Swiss, para pasien melaporkan keadaan lebih baik setelah menerima beberapa injeksi Botox ke otot kandung kemih dalam kurun waktu satu tahun. Urin yang tidak bisa dikendalikan adalah umum di antara bagi para lansia dan terjadi setidaknya pada satu dari 10 orang berusia 65 ke atas, seperti yang diungkapkan Institut usia Lanjut Nasional di Amerika. Meski demikian, menurut Badan Riset dan Kebijakan Layanan Kesehatan di Amerika, pembengkakan saluran kencing tidak hanya dialami oleh para lansia saja. Kondisi ini memang bisa memalukan dan jika tidak ditangani, akan terjadi gatal dan infeksi kulit,s erta kegelisahan dan depresi. Ada baiknya anda mengerti mengenai penyakit ini agar bisa diobati ataupun dicegah agar hidup menjadi lebih nyaman.
Pria ataupun wanita bisa mengalami kondisi ini, namun wanita memiliki dua kali lipat kemungkinan terkena kondisi ini karena kehamilan, melahirkan, menopause serta struktur saluran air kencing pada wanita.

Mengapa Ini Terjadi?
Sebagian besar penyebab pembengkakan saluran kencing hanya sementara. Ini meliputi infeksi saluran kencing, infeksi vaginal, sembelit dan efek samping obat tertentu. Menurut situs Health A to Z, terlalu banyak kafein dan makanan yang menstimulasi kandung kemih serta minuman seperti susu atau produk susu, gula, coklat, tomat, rempah-rempah, buah jeruk, jus, dan minuman berkarbohidrat.
Kondisi ini bisa juga disebabkan oleh kondisi medis seperti lemahnya otot pelvis, kandung kemih atau kelompok otot urethral sphincter yang mengencang dan merenggang saat air buang air kecil, terhalangnya saluran urethral pada pria akibat membesarnya prostat, kurangnya hormon para wanita, stroke mobilitas terbatas dan pikun.

Asal Benar, Pen Tak Sebabkan Ngilu

RASA ngilu kerap muncul pada penderita pasca pemasangan pen. Terutama, saat penderita kedinginan atau berada di suatu wilayah dengan suhu dingin. Bahkan, rasa ngilu bisa muncul ketika penderita menikmati minuman dingin atau sangat capek.
Menurut dr Bimo Sasono SpOT FICS, rasa ngilu tersebut merupakan keluhan subjektif. Artinya, pasien merasa ngilu, padahal pemasangan pen sudah benar. “Hampir setengah pasien memperlihatkan keluhan subjektif tersebut,” katanya.
Bimo menyangkal anggapan bahwa keluhan subjektif itu disebabkan pen yang dipasang. Pen dipasang di tulang. Ketika menikmati minuman dingin atau berada di daerah bersuhu dingin, otomatis tubuh akan mengatur suhu. “Tidak ada hubungan sama sekali dengan pen,” lanjut ahli bedah ortopedi Bawean Orthopaedic Spine Center tersebut.

Kemungkinan lain, terjadi kesalahan dalam pemasangan pen. Misalnya, pen dipasang kepanjangan, sekrup pen masuk ke sendi, atau pen gerak meski sedikit (loosening).
Biasanya, keluhan muncul bila pen dipasang di daerah tertentu dengan pemasangan khusus. Misalnya, di bahu dan panggul yang banyak persarafan.
“Bila ukurannya terlalu panjang, pen bisa menyenggol dan mengiritasi salah satu saraf di daerah tersebut. Itu yang membuat pasien merasa ngilu atau kesakitan,” papar Bimo.
Dalam kondisi tersebut, lanjut dia, dokter akan mengevaluasi kondisi pasien, lalu memberi terapi. Konsultan bedah tangan itu mengatakan, terapi diberikan sesuai dengan penyebab ngilu. Jika karena keluhan subjektif, dokter akan memberikan obat untuk mengurangi rasa nyeri.
Jika penyebabnya kesalahan pemasangan pen, dokter akan mengoperasi ulang pasien. “Jika pennya yang kepanjangan, ya dokter akan memotongnya. Dengan begitu, pasien tidak merasa ngilu terus,” imbuhnya.
Karena itu, alumnus FK Unair tersebut menyarankan pasien rutin kontrol ke dokter. Dengan begitu, dokter bisa segera mengatasi keluhan pasien. “Bila sudah setahun, pen harus dicabut,” jelasnya.
Bimo mengingatkan, beberapa hal bisa terjadi bila pen tak dicabut. Pertama, muncul infeksi dari organ lain yang menempel ke pen. Gejalanya, rasa nyeri hebat, bagian yang dipen berwarna kemerahan dan bengkak. Bahkan, bisa juga muncul nanah.
“Pen merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Kuman, misalnya di mulut, bila tak segera dimatikan, bisa ikut aliran darah dan menempel di pen,” jelasnya.
Kalau terjadi infeksi, dokter akan melakukan operasi untuk mengambil pen tersebut. Bila tulang yang dipen belum tersambung betul, pen tidak boleh dipasang lagi di tulang. “Dalam kondisi infeksi, pen tak boleh dipasang lagi. Penyambungan tulang dilakukan denga eksternal fiksasi,” lanjutnya.

Lebih Cepat Pulih dengan Pen

Pemasangan pen kian sering dijadikan pilihan untuk menangani kasus patah tulang. Dengan dipen, diharapkan tulang kembali tersambung dengan lebih baik. “Tujuan pemasangan pen adalah fiksasi agar posisi tulang tidak berubah setelah reposisi. Penyembuhan tulang yang baik perlu posisi tulang yang baik juga,” tutur dr Nario Gunawan SpOT.
Spesialis ortopedi dan traumatologi RS Mitra Keluarga itu menambahkan, dalam memperbaiki cedera tulang, gips bisa juga dijadikan pilihan. Tindakan tersebut merupakan fiksasi eksternal. Sedangkan penggunaan pen merupakan fiksasi internal. “Pend dipasang lewat tindakan operasi,” tuturnya.

Kelebihan pen untuk menangani patah tulang, papar Nario, reposisi tulang lebih bagus. Bila pakai gips, jelas dia, kadang tulang jadi bengkok karena reposisi dilakukan dari luar. “Tapi, harus dilihat pula kondisi tulang yang cedera,” ungkap dokter yang akrab dipanggil Rio itu.
Jika hanya cedera retak, tambah dia, membalut dengan gips dirasa sudah cukup. Sebaliknya, pemulihan tulang yang berkeping-keping harus memakai pen. “Bahkan, kadang membutuhkan pelat,” ucapnya.
Alumnus FK Unair ini menjelaskan, penanganan patah tulang bergantung beberapa hal. Pertama, jenis dan posisi patah tulang. Misalnya, bila tulang patah di dekat sendi atau daerah sendi, penanganannya harus memakai pelat.
Usia pasien juga jadi pertimbangan. “Untuk anak, pakai kawat kadang sudah bisa. Sebab, anak-anak masih berada dalam tahap perkembangan. Jadi, tulang cepat menyambung,” tegasnya.
Terakhir, kesediaan peralatan. Tidak semua tempat punya peralatan memadai untuk operasi ortopedi. “Dengan kondisi begitu, operasi pemasangan pen tidak mungkin dilakukan,” ujarnya. Rio memaparkan, penyembuhan patah tulang meliputi beberapa tahap. Setelah luka ditutup, di sekitar tulang yang patah berkumpul darah dan cairan eksudat, diikuti sel radang akut dan makrofag untuk membersihkan sisa bekas tulang patah.
Tubuh lalu menyiapkan sistem peredaran darah baru untuk mengganti pembuluh darah yang rusak. Selain itu, sel-sel pembentuk tulang (osteoblas) dan jaringan penyambung (fibroblast) bersiap-siap membentuk jaringan tulang baru.
Dalam 4-5 hari, osteoblas bakal menyusun rongga-rongga yang nanti menjadi bagian dalam tulang dan dilalui pembuluh darah. Jaringan tulang yang belum matang disebut callus, terbentuk pada akhir minggu kedua.
Jaringan callus akan diendapi kalsium. Sehingga, terbentuk jaringan tulang yang menghubungkan kedua bagian yang patah. Setelah tulang terbentuk sempurna, callus bakal kembali diserap oleh tubuh dan terbentuklah jaringan tulang baru.
“Callus menghubungkan kedua bagian tulang yang patah. Pen dipasang agar bagian patah itu saling berhubungan.d engan begitu, penyembuhan dan pembentukan callus dipercepat dan lebih stabil,” terang dia.