Photobucket

21 Mei 2009

Reformasi Hanya Buahkan Republik Diskusi

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai tata cara pemilihan calon legislatif (caleg) menuai diskusi. Banyak suara diperdengarkan, banyak pendapat diperdebatkan. Sebelumnya, pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan (UU-BHP) juga menimbulkan silang pendapat yang berkepanjangan. Debat itu sering sulit diurai ujung pangkalnya untuk merumuskan kesimpulan.
Hasil jajak pendapat juga merupakan bahan pembicaraan yang tidak kalah menarik. Entah itu menyangkut popularitas seorang calon ataupun prediksi partai dengan perolehan suara terbanyak. Serupa dengan perdebatan mengenai suatu kebijakan, hasil polling semacam itu juga tidak berpijak pada adanya informasi yang lengkap, jelas dan meyakinkan.

Kebiasaan untuk memperdebatkan sesuatu yang tidak sepenuhnya dipahami mungkin memang merupakan ciri reformasi yang sangat menonjol pada era pemerintahan saat ini. Kalau era Orde baru, setiap UU yang akan diajukan untuk dibahas perlu dilengkapi dengan “naskah akademis” yang mirip hasil disertai untuk memperoleh gelar doktor (S-3), persyaratan semacam itu tidak diperlukan lagi saat ini.
Alasan untuk membuat naskah akademis tersebut menjadi acuan bila terjadi perdebatan dari hasil penafsiran suatu pasal atau bahkan suatu ayat yang dianggap kurang jelas atau bisa menimbulkan “multitafsir”. Walaupun telah dilampirkan penjelasan atas suatu UU ataupun peraturan yang diterbitkan, sering penjelasan tersebut dianggap kurang menyeluruh. Belum dapat memberikan penjelasan selengkapnya. Sebab, baik UU, peraturan, maupun pun penjelasan dibatasi jumlah halaman dan kepentingan yang sangat subjektif.
Dalam keadaan seperti itu, suatu “naskah akademis” dianggap sebagai sumber yang netral untuk menggali kebenaran yang diperlukan. Jadi, keberadaan naskah akademis yang lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan dari sudut pandang keilmuan yang tidak pernah memihak sangat diperlukan. Itu sebabnya disebut sebagai naskah akademis.
Hasil jejak pendapat juga tidak pernah dipersoalkan oleh para ahli statistik. Sebab, memang tidak jelas secara statistik metode pengambilan sampel dan pengolahan data yang dilakukan. Memang tidak perlu karena semata untuk memuaskan pembaca atau pemirsa tertentu yang haus informasi.
Mereka senang memperdebatkan sesuatu, yang secara metodologi masih dipertanyakan. Itu sebabnya tukang ketoprak, tukang bakso, penjual sate atau penjaja mie dan nasi goreng tidak berminat untuk mendiskusikan hasil jajak pendapat semacam itu yang hanya menghabiskan waktu dan membuang kesempatan memperoleh pembeli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give Me Your Comment, No SPAM No JUNK: