Photobucket

18 Mei 2009

Stop Lempar Bayi ke Udara

“Anak jangan dilempar-lempar gitu. Otaknya bisa kopyor, lho. “Peringatan begitu sering dilontarkan kakek atau nenek yang melihat cucunya dilempar-lempar ke udara. Meski terdengar aneh, istilah “otak kopyor” ternyata bukan tanpa dasar. Bayi yang imut sering merangsang kita untuk menyentuh, ngudang, atau mengajaknya bercanda. Tak jarang pula, reaksi si bayi saat dikudang malah bikin gemas.

Kalau sudah begitu, kadang tanpa sadar kita mengajaknya bercanda hingga berlebihan. Misalnya melempar-lempar bayi ke udara atau mengayun-ayunkan si kecil dengan kencang.
Padahal, perlakuan begitu beresiko membuat bayi mengalami shaken baby syndrome (SBS). Bayi bisa cedera atau terluka akibat guncangan hebat. “Sindrom ini sering diderita bayi berusia di bawah setahun,” kata dr Hartoyo SpA.
Gejala SBS, antara lain, bayi jadi gelisah, muntah, wajahnya pucat, sulit bernapas, kejang, tak sadarkan diri, lebih banyak tidur, dan mendadak pendiam padahal sebelumnya aktif bergerak.
Dampak SBS, lanjut dia, juga berbahaya. Bayi bisa mengalami perdarahan di otak. Kondisi itu ditandai gejala kejang dan tak sadarkan diri. “Bila tak segera dibawa ke RS, bayi bisa meninggal,” kata dokter spesialis anak RS Spesialis Husada Utama, Surabaya tersebut.
Dampak lain, ada bayi yang mengalami perdarahan di mata, juga memar dan retak di tulang rusuk. Dalam kondisi gawat, bayi bisa mengalami cedera pada saraf pusat tulang belakang/leher. “Bila saraf pusat terganggu, pasien bisa lumpuh atau menderita cerebral palsy (CP),” ungkap Hartoyo.
Alumnus FK Unair itu menjelaskan beberapa penyebab SBS. Salah satunya, anatomi otot dan tulang leher bayi berusia 0-3 bulan masih lemah. Ia belum cukup kukuh untuk menyangga tubuh bayi yang agak berat. Penyebab lain, pertumbuhan otak belum optimal sehingga masih tersisa rongga di kepala. Bila bayi sering dilempar ke udara, bisa terjadi perubahan tekanan mendadak.
Akibatnya, ada pergeseran posisi otak. “Dampaknya, jaringan otak jadi bengkak dan pembuluh darahnya robek. Itu penyebab terjadinya perdarahan di otak,” jelasnya.
Faktor lain, bayi mengalami gangguan pada pembekuan darah. Kelainan itu mungkin bawaan atau mungkin juga dapatan. Misalnya, bayi tak mendapat vitamin K saat lahir. Hartoyo mengatakan, vitamin K berguna untuk pembekuan darah. “Jika kekurangan vitamin K, darah tak bisa membeku. Akibatnya, mudah sekali terjadi perdarahan,” imbuhnya. Bayi premature, lanjut Hartoyo, juga rentan mengalami SBS. Selain kadar vitamin K-nya belum tercukupi, pembuluh darahnya tipis sehingga mudah robek. Bayi penderita atrio vena malformation, pembuluh darah vena melengkung, juga rentan menderita SBS. “Bila ada perubahan tekanan mendadak, pembuluh darah jadi robek dan bayi mengalami perdarahan hebat,” tuturnya.
Bila bayi memperlihatkan gejala-gejala seperti disebut di atas, orang tua dianjurkan segera membawa si kecil ke RS terdekat. Dalam perjalanan ke RS, amankan posisi kepala dan tulang leher bayi. Dengan begitu, bayi tak akan terlalu banyak bergerak. Itu akan mencegah kemungkinan cedera bertambah berat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give Me Your Comment, No SPAM No JUNK: