Photobucket

18 Mei 2009

SEBUAH PEMIKIRAN POLITIK

MASYARAKAT pada umumnya memandang bahwa kekuasaan identik dengan sumber mata uang (penghasilan). Semakin besar kekuasaan maka akan berkorelasi parallel/linier dengan sumber mata uang, artinya semakin besar kekuasaan seseorang maka sumber mata uang baginya akan semakin besar pula. Apakah pendapat tersebut benar, mungkin ya dan mungkin juga tidak. persoalannya sekarang adalah mengapa begitu banyak orang yang demikian gigih bahkan mengerahkan segala potensi/kekuatan untuk meraih kekuasaan hingga tingkat yang tertinggi, baik itu pada jabatan pemerintahan (eksekutif), bidang Kamtibmas dan penegakan hukum (jaksa, hakim, polisi maupun tentara), dunia usaha dan wiraswasta/wirausaha, dan yang baru-baru ini dan hingga saat ini menjadi headline pada hampir semua media massa adalah recruitment menjadi calon anggota legislative atau wakil rakyat.

Yang ingin saya komentari pada tulisan ini adalah banyaknya permasalahan yang timbul pasca pelaksanaan pemilihan calon anggota legislative di Indonesia secara umum dan di Kalimantan Tengah pada khususnya. Permasalahan yang timbul antara lain, ada caleg yang stress, ada yang bunuh diri, ada yang masuk tahanan karena tidak dapat membayar utang, ada kelompok yang mengamuk karena jagonya kalah, ada kelompok partai yang memboikot tidak mau menekan berita acara karena menuduh partai lain curang (meskipun yang bersangkutan mungkin juga curang tetapi kalah curang) dan banyak lagi permasalahan lainnya sebagai dampak dari pelaksanaan dan hasil pemilu caleg baru-baru ini.
Sebagai wakil rakyat atau perwakilan masyarakat, logikanya dan semestinya adalah seseorang yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan orang rata-rata, baik dari segi pola hidup sehari-hari, pendidikan, etika, moral, kepedulian sosial dan lain-lain. Umpamanya suatu sekolah akan mengirimkan perwakilan siswanya untuk mengikuti pertandingan catur, maka siswa yang dikirim adalah sang juara catur di sekolah tersebut atau paling tidak dkirim nomor satu sampai urutan ke tiga terbaik. Demikian juga umpamanya apabila ada pertandingan/kompetisi Nasional ilmu-ilmu eksakta tingkat mahasiswa, tentu suatu Provinsi akan mengirimkan mahasiswanya yang terbaik di tingkat Provinsi yaitu setelah mengungguli teman-temannya dari semua kabupaten dan Perguruan Tinggi untuk ilmu eksakta pada Provinsinya.
Atau apabila yang dilombakan adalah bidang ilmu-ilmu sosial maka yang dikirim adalah siswa atau mahasiswa yang unggul pada ilmu-ilmu tersebut. Sebab kalau yang dikirimkan bukan siswa yang juara atau mahasiswa yang terbaik maka janganlah terlalu berharap yang bersangkutan bisa menjadi pemenang atau membawa piala kemenangan bagi pengutusnya. Artinya adalah perlu standar atau kriteria tertentu yang membatasi minat seseorang (bila perlu dibuatkan cukup berat/tinggi), karenanya tidak semua orang sanggup memenuhi syarat, sehingga siapapun yang berhasil lolos benar-benar adalah orang yang tepat.
Demikian juga halnya menjadi wakil rakyat, ada banyak persoalan di Republik ini yang memerlukan pemikiran, campur tangan dan peranan dari wakirl rakyat. Ada persoalan dibidang pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, pertanian, peternakan, kehutanan, pencemaran lingkungan (tanah, air dan udara), eksploitasi hasil alam, infrastruktur termasuk kualitas pekerjaan konstruksi, ketidakadilan, KKN dan masih banyak lagi. Apabila wakil rakyat bukan orang yang tepat, bagaimana mereka bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar, sehingga bisa saja akan terjadi seperti kata lagu hanya bisa mengangguk, tertawa dan mengantuk (MTM). Oleh karena itu kembali saya ingin mengungkapkan bahwa untuk masa yang akan datang, rakyat memerlukan wakil (perwakilan)nya yang benar-benar terbaik dari segala sudut pandang masyarakat.
Sering kita mendengar baik dari omongan orang lain, atau kira sendiri (antara lain saya) yang mendengar nada-nada sumbang seputar rekrutmen (recruitment) calon anggota legislative di Indonesia saat ini baik DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI maupun DPD khususnya periode 2009-2014. Selain mendengar secara langsung dari orang yang sedang bicara dengan kita, sering pula kita mendengar dari siaran interaktif di media elektronik baik radio maupun televisi atau dari membaca koran dan majalah. Nada-nada sumbang dimaksud berkutat hanya seputar kekecewaan masyarakat mengenai cara pemilihan wakil rakyat dan kriteria mereka-mereka yang notabene nantinya akan menjadi wakil rakyat.
Saya ingin mengatakan bahwa kita hendaknya tidak terlampau menyalahkan masyarakat apabila hampir dari semua lapisan secara beramai-ramai ikut berpartisipasi mengadu nasib untuk ikut pada pesta demokrasi yaitu pemilu legislative yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009 yang baru lalu. Mulai dari tukang becak, pedagang asungan, tukang ojek, apalagi para pengusaha, orang berduit dan orang-orang kaya semuanya mempunyai “perwakilan” untuk ikut menjadi peserta caleg. Hal tersebut antara lain dapat terjadi disebabkan tidak ada batasan yang berarti untuk dapat menyeleksi mereka-mereka tersebut. Siapa saja pasti akan tergiur melihat potensi nasib apabila terpilih sebagai caleg. Sebab memang terbukti di depan mata kita ada banyak teman-teman atau kerabat kita yang setelah menjadi anggota legislative nasibnya menjadi berobah total alias menjadi orang kaya mendadak, dengan gajinya yang besar dan hasil sampingannya yang kata orang jauh lebih besar. Semua kepala tentu akan tergoda dengan kenyataan seperti itu. Akan tetapi seandainya persyaratan menjadi persyaratan menjadi wakil rakyat tersebut dibuat sedemikian tinggi dan berat, maka tidak sembarang orang berani mencoba apabila hanya sekedar adu nasib alias gambling. Karena sangatlah wajar kalau wakil rakyat semestinya adalah orang-orang terpilih dan istimewa. Apabila kriteria yang diterapkan sangat tinggi maka para kandidat caleg tentu bukan orang sembarangan alias pasti jauh lebih baik dari kita-kita yang adalah masyarakat biasa, sehingga apa yang terjadi baru-baru ini antara lain carut-marut hasil pemilu serta banyaknya protes di sana sini tidaklah akan banyak muncul.
Apa yang diharapkan oleh masyarakat sebenarnya bukanlah hal yang aneh atau yang mustahil untuk dipenuhi. Masyarakat bukannya menginginkan nabi atau malaikat yang menjadi wakilnya, akan tetapi mengharapkan orang-orang yang benar-benar tepat dan memiliki nilai lebih dari sekedar masyarakat pada umumnya. Tidak perlu harus orang kaya yang menjadi wakilnya atau juga tidak mustahil bahwa yang menjadi wakil rakyat tersebut secara materiil termasuk orang sederhana, akan tetapi memiliki kelebihan dalam hal kemampuan berfikir dan bekerja dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ada pada bangsa ini. Oleh karena itu maka mereka yang tepat untuk menduduki posisi dimaksud adalah orang yang bukan sembarangan, tetapi telah teruji baik dalam hal kemampuan akademis maupun pengalaman lain yang ada kaitannya dengan masalah pemerintahan dan legislasif.
Berulang-ulang saya ingin mengatakan bahwa menjadi wakil rakyat memang tidak boleh orang sembarangan. Kalau kita hanya berbicara masalah status sosial terutama kemampuan materiil, tentu saja tidak cukup sebagai modal menjadi seorang wakil rakyat, bahkan kekayaan atau banyaknya harta relative tidak berkorelasi significant dengan tujuannya sebagai wakil rakyat yaitu dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ada pada bangsa ini. Rakyat atau bangsa ini bukan semata-mata perlu uang atau harta, akan tetapi perlu suatu penghidupan layak (pangan, sandang dan tempat kediaman), pekerjaan yang terjamin, berobat dan bersekolah yang berkualitas dan terjangkau bagi semua lapisan, keadilan yang tidak memihak, hukum yang pasti, pelaksanaan aturan yang benar, hak yang dilindungi negara, tidak ada tindakan semena-mena dan rasa aman. Memang masih banyak yang lain, tetapi hal-hal tersebut yang utama dibutuhkan rakyat. Banyak orang tidak perlu harus bersekolah kalau sekedar ingin kaya, tetapi yang jelas yang bersangkutan memiliki keahlian dalam hal mencari uang atau mengumpulkan harta.
Banyak orang kaya meskipun bukan sarjana, karena nyatanya yang bersangkutan memang berbakat dalam hal wiraswasta. Dan sebaliknya tidak sedikit orang-orang pintar bahkan menyandang gelar professor doctor (S3) tetapi kehidupannya masih sangatlah sederhana. Saya mau mengatakan bahwa janganlah kita mencampuradukkan antara kekayaan materiil dengan kekayaan intelektual serta integritas moral seseorang.
Selama ini kita telah dikenyangkan dengan berbagai macam penglihatan bahkan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan yaitu kenyataan-kenyataan yang terjadi di depan mata kita. Apakah kita tidak bosan-bosannya menjadi objek eksperimen politk yang sebenarnya tidak kita inginkan bersama? Sekaranglah saatnya rakyat yang menentukan arah bangsa ini (eh maaf bukan sekarang, tetapi lima tahun lagi). Memang benar tidak cukup hanya keinginan saja, sebab kita hidup dan tinggal dalam saebuah Negara (state), sehingga jelas semua kerja dan tindak langkah kita harus mempunyai payung hukum yaitu undang-undang. Disinilah persoalannya. Selama ini orang-orang Indonesia yang pintar yang sekolahnya tinggi (bukan mereka yang sekolah-sekolahan), tidak mau ambil pusing dengan keadaan ini. Mengapa? Sayapun tidak tahu. Yang jelas saya yakin mereka-mereka tadi tahu kelemahan-kelemahan yang ada di Negara kita ini. Oleh karena itu saat ini kembali saya mau mengajak kepada kita untuk berhenti menonton semua ini, bahkan berhenti melakoni peran-peran yang selama ini tidak benar. Kenapa saya katakan peran-peran yang tidak benar, sebab apa yang menjadi tujuan dan harapan para pejuang kemerdekaan, para pendiri bangsa ini seakan-akan semakin menjadi jauh dari harapan dan semakin jauh dari tujuan semula. Marilah kita mulai dari proses memilih wakil rakyat, mungkin saya salah karena saya bukanlah ahli kenegaraan atau ahli pemerintahan, akan tetapi saya hanyalah sebagai satu orang warga Negara Indonesia yang semakin prihatin melihat perkembangan bangsa kita yang seakan semakin jauh dari harapan, seakan semakin jauh dari suatu pemerintah Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Meskipun saat ini kita tidak bisa lari dari kenyataan yang ada yang tidak menyenangkan ini, tapi kita mesti tetap bertekad agar tujuan para pahlawan kita yang juga adalah menjadi tujuan segenap bangsa kita wujudkan selam kita masih menghirup udara Republik tercinta ini dan pada saat Republik ini masih bernama Indonesia.
Atas apa yang saya ungkapkan diatas saya memohon maaf, bukan maksud saya untuk menggurui atau membatasi keinginan kita untuk menjadi anggota legislative adalah benar-benar karena panggilan atau keikhlasan serta merupakan orang-orang yang terseleksi secara ketat dan tidak diragukan kemampuannya untuk menyuarakan aspirasi kita semua yang diwakilinya, sehingga untuk masa yang akan datang persoalan dan permasalahan yang saat ini sedang kita hadapi dapat secara bertahap dari sedikit demi sedikit dapat teratasi dan terjawab.
Tulisan atau pemikiran ini adalah demi seluruh Rakyat Indonesia dan konsekuensinya adalah seandainya saya ada keinginan untuk menjadi wakil rakyat masa depan, maka mungkin saya saat ini juga bukan orang yang tepat.
Apa yang saya ungkapkan di atas merupakan sebuah pemikiran dari saya selaku warga masyarakat yang merasa prihatin dengan kondisi saat ini dimana tanpa disadari akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban karena memang keterbatasan dan ketidaktahuan, mungkin saya atau pembaca tulisan ini termasuk diantaranya. Bagi saudara-saudara atau kerabat saya yang sempat mengikuti bursa caleg beberapa waktu yang lalu, baik yang berhasil maupun yang masih belum berhasil, mungkin tidak disadari oleh yang bersangkutan keterbatasan dana, keterbatasan pendidikan, keterbatasan pengalaman, ketidaktahuan bagaimana mengikuti “permainan” politik para “seniornya” dan lain-lain. Kepada para caleg yang berhasil terpilih saya ucapkan selamat dan berbuatlah yang terbaik untuk bangsa ini, dan bagi yang tidak berhasil atau belum berhasil saya mengharapkan agar berbesar hati tetaplah berbuat agar diri kita bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, bangsa dan Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu dengan buah pikiran saya ini, saya mengharapkan akan ada kajian-kajian yang lebih ilmiah dan focus tentang proses recruitment para anggota legislative di Indonesia oleh para ahli yaitu mereka yang ahli di bidang politik dab hukum ketatanegaraan, sehingga demokrasi yang bergilir saat ini semakin bergerak pada jalur yang benar. Penulis juga mengharapkan semoga suatu saat proses recruitment seperti yang ditulis diatas dapat dilaksanakan di republik ini. Mungkinkah dapat diterapkan pada tahun 2014? Jangan tanyakan kepada rumput yang bergoyang karena rumput yang bergoyang tidak mungkin bisa menjawabnya! terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give Me Your Comment, No SPAM No JUNK: